PRILAKU KONSUMEN
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan
hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk
barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk
barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Menurut Handi Irawan perilaku
konsumen Indonesia dikategorikan menjadi sepuluh, yaitu:
1. Berpikir jangka
pendek (short term perspective)
Ternyata sebagian besar konsumen
Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir jangka
panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.
2. Tidak terencana
(dominated by unplanned behavior).
Hal ini tercermin pada kebiasaan
impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatannya menarik (tanpa
perencanaan sebelumnya).
3. Suka berkumpul.
Masyarakat Indonesia mempunyai
kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah
situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan
digunakan secara luas di Indonesia.
4. Gagap teknologi (not adaptive
to high technology).
Sebagian besar konsumen Indonesia
tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna biasa dan hanya
menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan
pengguna lain.
pengguna lain.
5. Berorientasi pada konteks
(context, not content oriented).
Konsumen kita cenderung menilai dan
memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan begitu,konteks-konteks yang
meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu sendiri.
6. Suka buatan Luar
Negeri (receptive to COO effect).
Sebagian konsumen Indonesia juga
lebih menyukai produk luar negeri daripada produk dalam negeri, karna bias
dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di Indonesia
7. Beragama(religious).
Konsumen Indonesia sangat peduli
terhadap isu agama. Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang
percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu
dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka
dengan produk yang mengusung simbol-simbol agama.
8. Gengsi (putting prestige
as important motive).
Konsumen Indonesia amat getol dengan
gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking
pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di
negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi Irawan D, ada
tiga budaya yang menyebabkan gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi
sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga
menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat
naik kelas. Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan
sehingga mendorong untuk saling pamer.
9. Budaya lokal (strong in
subculture).
Sekalipun konsumen Indonesia gengsi
dan menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata
cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low
consciousness towards environment).
Salah satu karakter konsumen
Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka terhadap isu lingkungan.
Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan
akan semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan begitu pula
dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan.
Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan
lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.
Pendekatan dalam meneliti perilaku
konsumen
Terdapat tiga pendekatan utama dalam
meneliti perilaku konsumen. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif.
Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang
mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus
group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan
dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.
Pendekatan kedua adalah pendekatan
tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi
kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi.[4]
Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan
perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen
dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana
seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh
lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.
Pendekatan ketiga disebut sebagai
sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika.
Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika
berdasarkan hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow
untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola
konsumsi, yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis.
Ketiga pendekatan sama-sama memiliki
nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi
marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah
perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan,
tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.
Roda analisis konsumen
Roda analisis konsumen adalah
kerangka kerja yang digunakan marketer untuk meneliti, menganalisis, dan
memahami perilaku konsumen agar dapat menciptakan strategi pemasaran yang lebih
baik.[4] Roda
analisis konsumen terdiri dari tiga elemen: afeksi dan kognisi, lingkungan, dan
perilaku.
Proses pengambilan keputusan
pembelian
Sebelum dan sesudah melakukan
pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari
pengambilan keputusan, yakni:
- Pengenalan masalah
(problem recognition). Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat
menentukan produk yang akan dibeli.
- Pencarian informasi
(information source). Setelah memahami masalah yang ada, konsumen
akan termotivasi untuk
mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui
pencarian informasi.
Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal)
dan berdasarkan pengalaman
orang lain (eksternal).
- Mengevaluasi alternatif
(alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat berbagai macam
informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif
yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
- Keputusan pembelian
(purchase decision). Setelah konsumen mengevaluasi beberapa
alternatif strategis yang ada, konsumen akan
membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang
dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian
yang aktual tidak sama dikarenakan adanya
hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.
- Evaluasi pasca pembelian
(post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan
konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian.
Setelah membeli produk
tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi
apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan
puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan
meningkatkan permintaan
akan merek produk
tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika
produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan
permintaan konsumen pada masa depan.
KONSEP ELASTISITAS DALAM EKONOMI
Elastisitas merupakan salah satu
konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep
elastisitas sering dipakai sebagai dasar analisis ekonomi, seperti dalam
menganalisis permintaan, penawaran, penerimaan pajak, maupun distribusi
kemakmuran.
Dalam bidang perekonomian daerah,
konsep elastisitas dapat digunakan untuk memahami dampak dari suatu kebijakan.
Sebagai contoh, Pemerintah Daerah dapat mengetahui dampak kenaikan pajak atau
susidi terhadap pendapatan daerah, tingkat pelayanan masyarakat, kesejahteraan
penduduk, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, dan indikator ekonomi
lainnya dengan menggunakan pendekatan elastisitas. Selain itu, konsep
elastisitas dapat digunakan untuk menganalisis dampak kenaikan pendapatan
daerah terhadap pengeluaran daerah atau jenis pengeluaran daerah tertentu.
Dengan kegunaannya tersebut, alat analisis ini dapat membantu pengambil
kebijakan dalam memutuskan prioritas dan alternatif kebijakan yang memberikan
manfaat terbesar bagi kemajuan daerah.
Elastisitas Harga Permintaan (Price
Elasticity of Demand)
Elastisitas Harga Permintaan adalah
tingkat perubahan permintaan terhadap barang/jasa, yang diakibatkan perubahan
harga barang/jasa tersebut. Besar atau kecilnya tingkat perubahan tersebut
dapat diukur dengan angka-angka yang disebut koefisien elastisitas permintaan.
Macam-macam Elastisitas Harga
Permintaan
Berdasarkan nilainya, elastisitas
permintaan dapat dibedakan menjadi lima, yaitu permintaan inelastis sempurna,
inelastis, elastis uniter, elastis, dan elastis sempurna.
Elastisitas Silang (Cross
Elasticity)
Elastisitas silang menunjukkan
hubungan antara jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga barang lain
yang mempunyai hubungan dengan barang tersebut. Hubungan tersebut dapat
bersifat pengganti, dapat pula bersifat pelengkap. Terdapat tiga macam respons
prubahan permintaan suatu barang (misal barang A) karena perubahan harga barang
lain (barang B), yaitu: positif, negatif, dan nol.
1. Elastisitas
silang positif. Peningkatan harga barang A menyebabkan peningkatan jumlah
permintaan barang B. Sebagai contoh, peningkatan harga kopi meningkatkan
permintaan terhadap teh. Kopi dan teh merupakan dua barang yang dapat saling
menggantikan (barang substitutif).
2. Elastisitas
silang negatif. Peningkatan harga barang A mengakibatkan turunnya permintaan
barang B. Sebagai contoh, peningkatan harga bensin mengakibatkan penurunan
permintaan terhadap kendaraan bermotor. Kedua barang tersebut bersifat
komplementer (pelengkap).
3. Elastisitas
silang nol. Peningkatan harga barang A tidak akan mengakibatkan perubahan
permintaan barang B. Dalam kaus semacam ini, kedua macam barang tidak saling
berkaitan. Sebagai contoh, kenaikan harga kopi tidak akan berpengaruh terhadap
permintaan kendaraan bermotor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar